Advokat Erlina Nurhayati, sebagai kuasa pembanding mengatakan walaupun putusan hakim harus dihormati, tapi ada kejanggalan dalam putusan perkara ini, sehingga kliennya banding.
Erlina menerangkan dalam putusan sela pada Rabu (29/12/2023) lalu, telah diputuskan oleh majelis hakim bahwa eksepsi kompetensi absolut yang diajukan oleh Tergugat I (Ellen Sulistyo) di tolak.
Namun pada putusan akhir tanggal 21 Mei 2024 dibacakan oleh majelis hakim yakni mengadili dalam konpensi dan dalam eksepsi, mengabulkan eksepsi Tergugat I, Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II.
Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima dan dalam Rekonpensi menyatakan gugatan Rekonpensi, Penggugat I Rekonpensi /Tergugat I juga tidak dapat diterima.
"Seharusnya yang menjadi pertimbangan majelis hakim adalah menguji kebenaran absolut tentang kebenaran hakiki yang menyangkut Tergugat I apakah telah wanprestasi atau tidak," ujar Erlina Nurhayati. Kamis (30/5/2024)
Dari putusan ini, terkesan majelis hakim "tidak punya nyali" untuk membahas pokok perkara dalam gugatan.
"Selama lebih dari 8 bulan bersidang, tapi hasilnya balik ke eksepsi Tergugat I, Turut Tergugat I dan II. Padahal para Turut Tergugat I dan II pasif dalam persidangan, Bahkan Turut Tergugat I jarang hadir. Ada apa ini ?," ujar Arief Nuryadin kuasa hukum penggugat. Kamis (30/5/2024).
Didalam isi putusan, hakim mempertimbangkan dalam eksepsi mengenai kabur atau tidaknya status Mayjen TNI Kustanto sebagai Panglima Kodam V/Brawijaya bahwa apakah mewakili pribadi atau institusi.
"Seharusnya hakim mempertimbangkan dan melihat bahwa didalam bukti itu sudah jelas pak Kustanto mengatasnamakan dalam jabatannya sebagai Panglima Kodam V/Brawijaya. artinya dia tidak mewakili secara pribadi. Tetapi hakim tidak mempertimbangkan itu sehingga dibilang kabur," terang Arief.
"Terus mengenai eksepsi kurang pihak. Notaris telah dijadikan saksi juga pada saat itu sebagai pertimbangan dan mengiyakan serta menegaskan bahwa akte yang telah dibuat adalah merupakan produknya dia," lanjut Arief.
Arief heran tentang eksepsi dari KPKNL dimana uraian tentang PNBP Rp.450 juta untuk memberikan rincian kepada CV.Kraton Resto itu juga dianggap kabur oleh majelis hakim.
Dalam anggapan majelis hakim tidak ada hubungan hukum antara KPKNL dan CV.Kraton Resto sehingga dari petitum dan posita itu hakim mempertimbangkan bahwa dianggap kabur.
"Padahal Kodam menyurati KPKNL untuk rincian pembayaran yang harus dibayar penyewa yakni CV.Kraton Resto, dan itu adalah hubungan hukumnya," jelas Arief.
Terkait keberatannya KPKNL untuk dilibatkan sebagai Turut Tergugat II, hakim menolak itu, karena itu haknya penggugat siapapun yang dilibatkan dalam Turut Tergugat antara KPKNL maupun Kodam V/Brawijaya.
Selanjutnya eksepsi dari Kodam yang menyatakan bahwa error impersona itu ditolak oleh hakim.
Eksepsi mengenai obscuur libel. Kejelasan tentang penutupan resto oleh Kodam dan hubungan hukumnya dengan CV.Kraton yang memerintahkan Kodam untuk membuka kembali segel itu, ini dianggap kabur oleh hakim.
"Dalam pertimbanganya karena tidak diuraikan dalam hal hubungan hukum antara Kodam dan CV. Kraton Resto, padahal di dalam gugatannya itu di beberapa poin di atas telah diterangkan hubungan hukum CV.Kraton Resto dan Kodam sesuai MOU dan SPK," tutur Arief.
Pembayaran periode pertama telah selesai dan tibalah periode kedua untuk membayar PNBP, dimana CV.Kraton Resto telah mengajukan permohonan dan direspon oleh Kodam dengan bersurat kepada KPKNL.
Dari surat Kodam, KPKNL membalas surat dengan nilai pembayaran PNBP yang harus dibayarkan CV.Kraton Resto. Namun pada saat pembayaran PNBP sebesar Rp.450 juta, Kodam tidak mau menerima.
"Putusan adalah pertimbangan dan wewenang hakim, namun kita melihat hakim memutuskan hal yang tidak sesuai dengan fakta dipersidangan dan bukti yang telah dihadirkan dipersidangan, sehingga penggugat memutuskan banding," pungkas Arief.
Putusan yang dianggap beberapa pihak sebagai putusan "pengecut" karena tidak berani menimbang materi pada pokok perkara namun hanya menimbang eksepsi Tergugat I, Turut Tergugat I dan II, akan berbuntut panjang.
Penggugat selain melakukan banding akan melaporkan majelis hakim yang diketuai hakim Sudar ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA).
Ada "dugaan kuat" bahwa majelis hakim mendapat intervensi dari pihak-pihak tertentu, tanda-tanda ini dilihat dari hakim Sudar yang mengijinkan Tergugat I untuk menghadirkan ahli.
Padahal sebelumnya sudah ditolak oleh majelis hakim dengan ketok palu dengan alasan menyalahi hukum acara persidangan, karena pada saat agenda saksi Tergugat I tidak mengajukan ahli dan lanjut pada pembuktian.
Dengan keputusan NO semua pihak tidak bisa mengklaim bahwa dirinya menang atau kalah, apalagi pihak penggugat mengajukan banding, sehingga putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Ketika di konfirmasi pada kuasa banding penggugat bahwa di beritakan bahwa Ellen Sulistyo berkoar-koar bahwa telah memenangkan gugatan, Erlina hanya tertawa.
"itulah fakta Tergugat I tidak mengerti hukum, kalau mengerti hukum saya kira tidak akan kami gugat pada tempat pertama. Tidak perlu menipu diri sendiri," lugasnya sambil mengakhiri pembicaraan.
Perlu diketahui bersama, CV.Kraton Resto manajemen restoran Sangria by Pianoza melakukan kerjasama dalam pengelolaan restoran dengan Ellen Sulistyo.
Perjanjian pengelolaan ditandai dengan membuat akte perjanjian nomor 12 tanggal 27 Juli 2022 ditandatangani kedua pihak didepan Notaris Ferry Gunawan.
Dalam pengelolaan, pihak CV.Kraton Resto berpendapatan, Ellen Sulistyo tidak menepati isi perjanjian antara lain, tidak membayar PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) hanya beberapa kali tmembayar minimal profit sharing sebesar Rp.60 juta/bulan.
Tidak ada laporan keuangan di beberapa bulan pengelolaan, mengambil gaji direksi sebesar Rp.30 juta/bulan selama 3 bulan, komplaimen berjumlah ratusan juta tidak jelas keperuntukannya, padahal itu mengurangi omset restoran.
Ada juga omset restoran dimasukan ke rekening pribadi Ellen Sulistyo di bank Mandiri, dan service charge tidak dibagikan ke karyawan.
Dalam fakta persidangan, dari keterangan ahli yang dihadirkan Tergugat I dan Tergugat II, walaupun berbeda pandangan namun ada kesamaan bahwa jika tidak menepati isi perjanjian itu wanprestasi.
Walaupun dalam persidangan pihak Ellen Sulistyo mengaku rugi dalam mengelola restoran, namun fakta-fakta dari keterangan saksi fakta menyebutkan penghasilan resto rata-rata Rp.450 juta perbulan.
Dugaan ada sekira kurang lebih Rp.3 miliar uang omset masuk direkening bank Mandiri milik Ellen Sulistyo. Hal itu diperkuat dari kesaksian saksi fakta yang dihadirkan pihak penggugat yang bertugas mengambil bukti omset di kasir restoran.
Efek besar Ellen Sulistyo tidak membayar PNBP kedua adalah restoran di segel oleh pemilik lahan yakni Kodam V/Brawijaya.
Ellen beralasan tidak membayar PNBP karena dia tidak tahu ada pembayaran PNBP kedua tercantum dalam perjanjian pengelolaan nomor 12.
Akan tetapi hal itu terbantahkan oleh keterangan saksi notaris Ferry Gunawan dalam kesaksiannya di persidangan.
Notaris mengatakan semua pihak telah mengetahui isi perjanjian karena dia membacakan didepan para pihak, dan perjanjian ditandatangani para pihak.
PNBP tidak dibayar Ellen Sulistyo, pihak Kodam V/Brawijaya tetap menutup restoran padahal sudah ada jaminan emas senilai Rp.625 juta untuk jaminan pembayaran PNBP membuat pihak penggugat heran.
Ada dugaan "tik-tok" antara oknum Kodam dengan pihak Ellen untuk menguasai bangunan yang dibangun oleh CV.Kraton Resto yang diklaim menghabiskan anggaran lebih dari Rp.10 miliar diatas tanah milik Kodam.
Pembangunan gedung restoran megah dua lantai ini berdasarkan perjanjian sewa menyewa pada tahun 2017 antara Kodam dan CV.Kraton dengan jangka waktu 30 tahun dibagi 6 periodesasi, dan satu periodesasi jangka waktu 5 tahun.
PNBP pertama telah dibayar lunas, dan PNBP kedua yang semestinya dibayarkan pengelola sesuai perjanjian tidak dibayarkan padahal dalam pengelolaan restoran menghasilkan omset Rp.3 miliar.||01-Jtm/Rd
0 Komentar