Pelaporan ke Propam berawal dari penangkapan pelaku judi online (judol) dan merasa diperas oleh kedua oknum polisi, istri dari pelaku melaporkan ke Propam didampingi dua kuasa hukumnya. Moch Rizal Husni Mubarok dan Billyardo Risky Perdana Putra.
"Kami mendampingi pelapor untuk dimintai keterangan sebagai saksi di Bidpropam Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Pmeriksaannya berjalan lancar. Kami sangat mengapreasi kinerja Bidpropam. Ini membuktikan masih ada keadilan buat orang-orang kecil.” Kata Moch. Rizal. Minggu (15/9).
"Kami masih percaya bahwa masih banyak polisi yang baik. Hukum harus tetap ditegakkan dan tidak pandang bulu. Meskipun terlapor adalah seorang aparat penegak hukum, namun harus tetap diproses sesuai aturan yang berlaku," tegasnya.
Sementara itu, dari informasi yang didapat, Propam bergerak cepat terkait laporan tersebut, dan kedua oknum anggota Polsek Pabean Cantikan sudah diamankan Propam Polda Jatim.
Berdasarkan sumber dari Bid. Propam Polda Jatim sejak Selasa (10/9) tim Propram Polda Jatim mengamankan dan melakukan Patsus (penempatan khusus) kedua oknum anggota Polsek Pabean Cantikan.
Sementara itu, Iptu Suroto, Kasi Humas Polres Pelabuhan Tanjung Perak, mengatakan bahwa untuk perkara laporan dugaan pelanggaran dan pidana yang dilakukan anggota Polsek Pabean Cantikan, sudah ditindak lanjuti dan sudah ditangani Propam Polda Jatim.
“Pada intinya itu bukan kewenangan saya, Namun untuk perkaranya sudah ditangani oleh Propam,” terang Iptu Suroto kepada awak media. Kamis (12/9).
Terkait adanya dugaan pemerasan tersebut, Kapolsek Pabean Cantikan, Kompol Teddy Tridani saat di Konfirmasi awak media belum menjawab.
Saat diihubungi melalui telepon juga tidak direspon. Saat didatangi ke kantornya ada seorang yang mengaku sebagai aspri Kapolsek, Namun dia melarang bertemu sebelum ada janji.
Begitu juga Kabid Propam Polda Jatim Kombes Pol Iman Setiawan, meskipun awalnya merespon panggilan telepon, namun saat ditanya masalah kasus oknum anggota Polsek Pabean Cantikan ia tidak memberikan jawaban dan tiba-tiba menutup telepon.
Kesempatan berbeda, Didi Sungkono, S.H., M.H., pengamat Kepolisian asal Surabaya yang terkenal tegas dalam memberikan komentar hukum angkat bicara saat dimintai komentarnya terkiat kejadian ini.
"Itu tidak boleh dilakukan oleh oknum- oknum Polri dimanapun. Kalau hanya bermain dengan nilai yang hanya dibawah Rp.100 ribu hendaknya ada pembinaan, RJ (restotative justice) bukan langsung diterapkan pidana penahanan, atau bahkan ditangkap, diperas untuk mendapatkan kemewahan kehidupan bagi oknum penegak hukum tersebut," ujarnya. Minggu (15/9).
Menurut Didi Sungkono, hal itu harus disikapi secara serius bagi para petinggi kepolisian, yang mana dalam hal perekrutan ada yang namanya test Psikologi, test Keswa (kesehatan jiwa).
"Penegak hukum kalau sudah tega, sadis terhadap masyarakat perlu dipertanyakan itu, lewat jalur yang mana masuk POLRI nya (masuk POLRI ada beberapa JALUR, ada yang namanya jalur kuota khusus dan jalur lainnya)," terang Didi Sungkono
Ujar Didi, masyarakat harus tahu POLRI sebagaimana diatur dalam UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian adalah Sipil yang dipersenjatai, bilamana melakukan perbuatan melawan hukum (Pidana), Pasal UU Pidana KUHP harus diterapkan.
"ini yang namanya transparansi publik dan reformasi Kepolisian, dan tentunya atasan minimal dua tingkat harus ikut bertanggungjawab. Kalau itu dilakukan Penyidik, tentunya Kanit dan Kapolsek harus ikut bertanggungjawab, karena tidak mungkin penyidik bergerak sendiri," tegasnya.
Polri merupakan organisasi milik negara, institusi Polri sudah memiliki paradigma baru, slogan Promoter dan Presisi sudah digaungkan oleh para petinggi petinggi Polri. Paradigma baru, paradigma Polisi sipil yang dicintai masyarakat harus jauh dari kata dan sikap arogan, kesewenang- wenang terhadap masyarakat.
"Pahami itu Rastra Sewakottama,Tribrata. Anggota Polri harus berwatak sipil, berorentasi pada kepentingan masyarakat, dan mengedepankan nilai-nilai demokrasi, bukan malah melakukan tindakan diluar koridor hukum, memeras, dan melakukan pungli yang terselubung dan secara sistematis ini yang harus dibongkar dan dipidanakan," tegasnya.
Menurut Didi Sungkono, Polri itu menurut UU No. 02 Tahun 2002 bukan termasuk dari PNS atau ASN. Anggota Polri juga bukan termasuk militer. Hal ini diatur dalam UU No 28 Tahun 1997 Tentang Polri.
"Namun setelah ada aturan PP No 15 tahun 2001 Tentang Pengalihan status anggota TNI dan POLRI menjadi PNS, intinya Polisi adalah suatu Pranata umum sipil yang bertugas menjaga ketertiban, keamanan, dan penegakkan hukum diseluruh wilayah dalam negeri," jelasnya.
"Dulu kita berharap Polisi ini lebih sipil maka lahirlah UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Disitu jelas bahwa Polri adalah sipil yang dipersenjatai, namun semakin kemari arogansi dari oknumgoknum Polri yang banyak mencederai hati masyarakat bergaya melebihi militer. Masyarakat desa lebih percaya Babinsa," ujarnya.
"Polisi berpakaian melebihi militer, itu menggambarkan sebuah kultur adalah entitas, harusnya sudah jauh ditanggalkan. Itu budaya arogan, menyiksa, membentak, menakut-nakuti masyarakat,m engancam,dan intimidasi," tegas Didi.
Polri itu bagian dari masyarakat sipil, sebagaimana diatur dalam UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian dan harus benar-benar transparan agar masyarakat lebih percaya.
"Sebagai pejabat kepolisian ditelpon masyarakat ya diangkat, apalagi yang telpon adalah wartawan. Untinya semua nya ingin Polri menjadi baik, wartawan melaksanakan tugas sebagaimana perintah UU No 40 Tahun 1999, jadi saling memahami TUPOKSInya jurnalis ," pungkas salah satu Dosen Hukum disalah satu Universitas Surabaya ini.
Perlu diketahui, terkait adanya dugaan pemerasan tersebut, Kapolsek Pabean Cantikan, Kompol Teddy Tridani saat di Konfirmasi awak media belum menjawab.
Saat diihubungi melalui telepon juga tidak direspon. Saat didatangi ke kantornya ada seorang yang mengaku sebagai aspri Kapolsek, Namun dia melarang bertemu sebelum ada janji.
Harusnya Kapolsek lebih memahami tugas wartawan memang mencari sebuah berita, secara investigasi, mengungkap sebuah kebenaran, sebagaimana diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, bukan malah diduga alergi terhadap wartawan.
Ini adalah sebuah kritik yang konstruktif, bagaimana menjadi seorang pemimpin yang handal ?. Kalau ditemui kuli tinta aja susah.
Begitu juga Kabid Propam Polda Jatim Kombes Pol Iman Setiawan, meskipun awalnya merespon panggilan telepon, namun saat ditanya masalah kasus oknum anggota Polsek Pabean Cantikan ia tidak memberikan jawaban dan tiba-tiba menutup telepon.
Perlu diketahui, perkara ini mencuat saat, Mila (istri pelaku judol) mendapatkan informasi dari anggota Polsek Pabean Cantikan yang bernama Heru Prasetyo. Ia mengatakan bahwa MS suaminya telah ditangkap oleh Polsek Pabean Cantikan dikarenakan perkara Judi Online.
Kemudian Mila disuruh Briptu Heru Prasetyo untuk segera menyiapkan uang sebesar Rp.20 juta sebagai uang tebusan untuk membebaskan suaminya.
Kemudian pada hari Rabu tanggal 24 Juli 2024, Mila dan anaknya mendatangi Polsek Pabean Cantian untuk menyerahkan uang tebusan sebesar Rp.20 juta tersebut kepada Brigadir Agus Subandi sesuai dengan arahan dari Briptu Heru Prasetyo.
Mila juga mengaku mendapatkan intimidasi dan ancaman secara verbal. Untuk MS suami Mila masih ada di Polsek Pabean Cantikan.
Mila sesaat setelah diperiksa oleh BidPropam Polda Jawa Timur didampingi dua kuasa hukumnya, beberapa waktu lalu mengatakan menyampaikan semua kejadian dugaan pemerasan itu.
"Semua sudah saya sampaikan kepada bapak-bapak Polisi, tidak ada saya tambahi dan kurangi. Saya ini sudah jujur semua, tidak berani bohong pak," ujar Mila kepada awak media.
Sementara itu, mengutip pesan Kapolda Jatim Irjen Pol Imam Sugianto, semua jajaran kepolisian di wilayah hukum Polda Jatim bilamana melanggar hukum dan Melanggar SOP Polri, masyarakat jangan segan, langsung laporkan Ke Propam Polres setempat atau langsung ke Propam Polda Jatim.
"24 jam kami terbuka untuk melayani seluruh masyarakat, Pesan Kapolri agar selalu menjaga nama baik Polri agar sesuai SOP Polri,” pesan Kapolda Jatim
Masyarakat berharap semua bukan hanya sekedar lips service bukan hanya pepesan kosong, bukan hanya pat gulipat, saling amankan.Kalau memang bersih kenapa harus risih, budaya setoran KKN (Korupsi,Kolusi,Nepotisme) harus diperangi bersama.
Penegak hukum Polri sebagai garda terdepan, bukan malah menjadi "ghost" bagi masyarakat. Jual belikan pasal, pat gulipat, KUHAP jangan diartikan Kasih Uang Habis Perkara atau diartikan Kurang Uang Harus Penjara.
Polri adalah Pengayom masyarakat, dicintai masyarakat. Oknum-oknum yang membuat citra Polri yang semakin menurun hendaknya ditindak secara tegas dan keras tidak peduli alumnus Akpol, Bintara atau Tamtama.
Terapkan pidananya, buka dipublik, biar masyarakat yang menilai. Era nya sudah berbeda, era keterbukaan sebagaimana jargon Kapolri PRESISI.||01-Jtm@redho
0 Komentar